MATERI MINGGU III APRIL 2010

HALAMAN INI MEMUAT MATERI MINGGU III APRIL 2010

MATERI FKIP BK/MIPA SEMETER II

MATERI FILSAFAT LOGIKA SEMESTER II / HUKUM

HAM

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melelkat pada setiap orang karena kodratnya sebagai makhluk Tuhan. Hak Asasi tidak diberikan oleh pemerintah atau masyarakat kepada seseorang . Bahkan jika pemerintah tidak mengakui HAM seseorang tetap ada. HAM tidak bias dicabut/dipisahkan adari diri seseorang , hak yang satu dengan hak yang lainnya tidak bias dipisah-pisahkan dan berlaku bagi seluruh umat manusia tanpa kecuali. HAM merupakan Pra Positif /ada mendahului peraturan yang ada. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Negara berkewajiban menjamin keberadaan HAM untuk :

Menghormati (to respect)

Melindungi (to protect)

Memajukan (to promote)

Memenuhi (to fulfill)

Dasar mewajibkan kepada negara adalah karena negaralah yang memiliki hak yang dijamin undang-undang untuk memonopoli penggunaan cara paksaan dan pembuatan kebijakan public yang mengikat. Yang berhak secara legal untuk membuat undang-undang, membuat senjata, memiliki tentara, menangkap, menahan dan menghukum , dll adalah negara. Meskipun hak monolistik ini merupakan mandate yang diberikan oleh rakyat akan tetapi dalam prakteknya banyak negara yang menggunakan hak monolistiknya justru melanggar HAM rakyatnya sendiri.

Bentuk pelanggaran HAM

By Commission / by action jika ada kasusnya, ada aparat penegak hukumnya, ada aturan hukumnya akan tetapi pelakunya adalah aparat negara sendiri

By omission : jika ada kasusnya , ada pelaku dan korbannya, ada penegak hukumnya, ada aturan hukumnya akan tetapi negara melakukan pembiaran

By Non Compliance , ada kasusnya, ada pelakunya, ada korbannya, ada penegak hukumnya tetapin belum ada aturan hukum yang mengaturnya.

MATERI FILSAFAT LOGIKA SEMESTER II / HUKUM

Tiga Hukum Dasar Logika Formal
Ada tiga hukum dasar logika formal. Yang pertama dan terpenting adalah hukum identitas. Hukum tersebut dapat disebutkan dengan berbagai cara seperti: “sesuatu adalah selalu sama dengan atau identik dengan dirinya, dalam Aljabar: A sama dengan A.”
Rumusan khusus hukum tersebut tak terlalu penting. Pemikiran esensial dalam hukum tersebut adalah seperti berikut. Dengan mengatakan bahwa sesuatu itu sama dengan dirinya, maka dalam segala kondisi tertentu sesuatu itu tetap sama dan tak berubah. Keberadaannya absolut. Seperti yang dikatakan oleh akhli fisika: ” materi tidak dapat di buat dan dihancurkan.” Materi selalu tetap sebagai materi.
Jika sesuatu adalah selalu dan dalam semua kondisi sama atau identik dengan dirinya, maka ia tidak dapat tidak sama atau berbeda dari dirinya. Kesimpulan tersebut secara logis patuh pada hukum identitas: Jika A selalu sama dengan A, maka ia tidak pernah sama dengan bukan A (Non-A).
Kesimpulan tersebut dibuat secara eksplisit dalam hukum kedua logika formal: hukum kontradiksi. Hukum kontradiksi menyatakan bahwa A adalah bukan Non-A. Itu tidak lebih dari sebuah rumusan negatif dari pernyataan posistif, yang dituntun oleh hukum pertama logika formal. Jika A adalah A, maka menurut pemikiran formal, A tidak dapat menjadi Non-A. Jadi hukum kedua dari logika formal, yakni hukum kontradiksi, membentuk tambahan esensial pada hukum pertama. Beberapa contoh: manusia tidak dapat menjadi bukan manusia; demokrasi tidak dapat menjadi tidak demokratik; buruh-upahan tidak dapat menjadi bukan buruh-upahan.
Hukum kontradiksi menunjukkan pemisahan perbedaan antara esensi materi dengan fikiran. Jika A selalu sama dengan dirinya maka ia tidak mungkin berbeda dengan dirinya. Perbedaan dan persamaan menurut dua hukum di atas adalah benar-benar berbeda, sepenuhnya tak berhubungan, dan menunjukkan saling berbedanya antara karakter benda (things) dengan karakter fikiran (thought)
Kwalitas yang saling berbeda dan terpisah dari setiap benda ditunjukkan dalam hukum yang ketiga logika formal.
Yakni: hukum tiada jalan tengah. (the law of excluded middle). Menurut hukum tersebut segala sesuatu hanya memiliki salah satu karakteristik tertentu. Jika A sama dengan A, maka ia tidak dapat sama dengan Non-A. A tidak dapat menjadi bagian dari dua kelas yang bertentangan pada waktu yang bersamaan. Dimana pun dua hal yang berlawanan tersebut akan saling bertentangan, keduanya tidak dapat dikatakan benar atau salah. A adalah bukan B; dan B adalah bukan A. Kebenaran dari sebuah pernyataan selalu menunjukkan kesalahan (berdasarkan lawan pertentangannya) dan sebaliknya.
Hukum yang ketiga tersebut adalah sebuah kombinasi dari dua hukum pertama dan berkembang secara logis.
Ketiga hukum tersebut mencakup sebagian dasar-dasar logika formal. Alasan-alasan formal berjalan menurut proposisinya. Selama 2.000 tahun aksioma-aksioma yang jelas dalam sistim berfikir Aristoteles telah menguasai cara berfikir manusia, layaknya hukum pertukaran dari nilai yang sama, yang telah membentuk fondasi bagi produksi komoditi masyarakat.
Lihatlah contoh dariku tentang sistim berfikir Aristoteles, sebagai berikut: dalam bukunya yang berjudul Posterior Analytics ( Buku I; Bagian 33), Aristoteles mengatakan bahwa seseorang tidak dapat secara terus menerus memahami bahwa manusia pada dasarnya adalah hewan, dengan demikian bisa juga dikatakan bahwa manusia adalah bukan hewan. Dengan demikian, manusia pada dasarnya adalah seorang manusia dan tidak dapat dianggap bukan manusia.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan dalam hukum logika formal. Kita mengetahui bahwa hal itu berlawanan dengan kenyataan. Teori perkembangan alam mengajarkan bahwa tidak bisa lain—manusia pada dasarnya adalah binatang. Secara logika manusia adalah binatang. Tapi kita ketahui juga dari teori evolusi sosial, bahwa manusia adalah kelanjutan dari perkembangan evolusi binatang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara esensial ia adalah manusia, yang spesiesnya cukup berbeda dengan binatang lainnya. Kita mengetahui bahwa hal tersebut merupakan dua hal: yang satu dengan yang lainnya berbeda pada saat yang bersamaan. Aristoteles dan hukum logika formal tidak dapat berlaku lagi.
4. Isi Material dan Realitas Obyektif Hukum-hukum Tersebut
Kita bisa melihat dari contoh tersebut betapa cepat dan spontannya karakter dialektik suatu materi, oleh karena itu, dengan segera, muncul lah pemikiran yang merupakan cermin kritis terhadap pikiran formal. Walaupun ada suatu intensitas yang mengetatkan logika formal, namun tetap saja kita akan tergiring dan terdorong untuk melangkah lebih ke depan, melewati batas logika formal, pada saat kita hendak mencari kebenaran sesuatu hal. Dan sekarang kita kembali kepada logika formal
Seperti yang aku katakan sebelumnnya, dialektika modern tidak menolak kebenaran yang dikandung oleh hukum-hukum logika formal. Sikap penolakan terhadap logika formal akan berlawanan dengan semangat dialektika, yang melihat beberapa kebenaran dalam kenyataan logika formal itu sendiri. Pada saat bersamaan, dialektika membuat kita bisa melihat batas-batas dan kesalahan dalam memformalkan pandangan tentang sesuatu.
Hukum-hukum logika formal berisikan unsur-unsur kebenaran yang sangat penting dan tak bisa ditolak. Semua hukum tersebut bukan lah merupakan jeneralisasi pikiran-pikiran yang random dan hasil khayalan yang tak berarti. Hukum-hukum tersebut keluar lewat sebuh proses dunia nyata yang, selama ribuan tahun, oleh Aristoteles dan para pengikutnya, digunakan oleh peradaban manusia. Jutaan orang yang belum pernah mendengar tentang Aristoteles dan pikiran-pikirannya, sampai sekarang, berpikir untuk mengabaikan hukum-hukum awal yang pertama kali dirumuskannya. Mereka, yang seperti itu, tak akan bisa sampai mengerti tentang hukum-hukum gerak Newton—walaupun mereka dapat melihat kerangka fisik setiap hasil pemikiran Newton, namun mereka gagal memahami teori Hukum Newton tersebut secara lengkap. Dalam dunia obyektif, mengapa orang berfikir dan melakukan pensejajaran antara hukum-hukum Newton dengan hukum-hukum Aristoteles. Karena, kenyatannya, hukum berpikir Aristotles memiliki isi yang material, sama halnya juga dalam dunia objektif, sama halnya juga dalam hukum gerak mekanika Newton. “…metode berpikir kita, apakah itu logika formal atau logika dialektik, bukan lah sebuah susunan serampangan akal sehat kita tapi lebih sebagai sebuah ekspresi interelasi-aktual dalam alam kita sendiri.” [1]
Karakter macam apa yang ada dalam realitas material yang hendak dicerminkan, dan secara konseptual dihasilkan kembali, oleh hukum-hukum berfikir formal?
Hukum identitas bertujuan merumuskan fakta material agar bisa mendefinisikan segala sesuatu dan memperlakukan segala hal dalam semua perubahan fenomenanya. Dimana pun kelanjutan (perubahan) esensial hadir dalam realitas, hukum identitas tetap bisa mendeteksinya.
Kita tak bisa berbuat atau berfikir secara sadar bila menolak hukum tersebut. Jika kita tidak bisa lagi mengenali diri kita sendiri karena amnesia atau karena sesuatu hal—karena kerusakan mental, misalnya—hingga menghilangkan kesadaran identitas pribadi kita, maka diri kita akan hilang. Tapi hukum identitas hanya lah absyah untuk melihat dunia secara universal ketimbang untuk melihat kesadaran manusia itu sendiri. Hukum tersebut muncul setiap hari dan dimana saja dalam kehidupan sosial. Jika kita tidak bisa mengenali bagian mental yang sama, lewat beberapa tindakan, maka kita tidak akan bisa melakukan produksi. Jika seorang petani tidak bisa mengerti perkembangan jagung yang ia tanam dari biji sampai menghasilkan jagung lagi, dan kemudian menjadi bahan makanan, maka tidak mungkin ada pertanian.
Anak-anak yang telah mengerti lebih jauh, bisa memahami alam dunianya saat pertama kali ia menemukan fakta bahwa ibu yang menyusuinya adalah orang yang sama yang, dengan berbagai cara, memberinya makan. Pengenalan kebenaran dengan cara seperti itu tak lain merupakan sebuah contoh khusus tentang pengenalan terhadap hukum identitas.
Jika kita tidak jernih melihat proses perkembangan dan perubahan-perubahan menuju negara kelas pekerja, maka kita tentu saja akan dengan mudah terjebak dalam kekacauan pemahaman saat berupaya untuk mengerti tentang perjungan kelas yang ada sekarang. Dalam kenyataannya, oposisi borjuis kecil menjawab dengan cara yang salah ketika merespon persoalan yang terjadi di Rusia, tidak hanya karena mereka menolak metode dialektik, tapi juga karena mereka tak bisa mengaplikasikan hukum identitas secara tepat. Dalam proses perkembangan Soviet Rusia, mereka tak bisa melihat—lepaskan dari Uni Sovyet yang di bangun selanjutnya oleh rejim Stalin—bahwa Uni Soviet bisa mempertahankan landasan–landasan sosial ekonomi negara kelas pekerja, yang didirikan oleh kelas buruh dan petani Rusia setelah revolusi oktober. Kelasifikasi secara benar, yang lepas dari perbandingan yang berbasiskan suka tidak suka, merupakan suatu basis yang sangat penting dan sebagai langkah awal dalam investigasi ilmiah. Kelasifikasi sangat penting untuk memilah penambahan terhadap kelas yang sama dan pengurangan terhadap kelas yang berbeda serta untuk menyatukan kelas-kelas yang berbeda—semua itu tak mungkin dilakukan tanpa menggunakan hukum identitas. Teori Darwin tentang revolusi pengorganisasian manusia berasal dan tergantung dari pengenalan terhadap identitas esensial berbagai makhluk yang berbeda di atas bumi ini. Hukum gerak mekanik Newton dapat disimpulkan berasal dari gerak massa, dari logika batu jatuh hingga planet-planet yang berputar dalam sistim matahari. Semua ilmu-pengetahuan lahir dan merupakan bagian dari hukum identitas.
Hukum identititas mengarahkan hingga bisa mengenali keragaman, perubahan permanen, kesamaan, pemisahan dan penampakan yang berbeda, guna mencakup keseluruhan semua itu, serta guna mendapatkan penghubung antar fase-fase berbeda dari fenomena tertentu. Oleh sebab itu, penemuan dan penggunaan hukum tersebut disimpulkan telah membuat sejarah dalam pemikiran ilmiah dan, oleh karenanya, kita memberikan penghargaan pada Aristoteles untuk semua yang telah dirumuskannya. Oleh karena itu pula, manusia berbuat dan berpikir sesuai dengan hukum dasar logika fiormal tersebut.
Mungkin akan muncul pertanyaan: “bagaimana hukum tersebut berlaku secara gampangannya? Jawabnya: fakta bahwa sesuatu adalah sesuatu.
Amat lah penting kehadiran hukum dasar tersebut dalam sejarah. Merupakan sebuah kemajuan yang besar sekali dalam sistim pengetahunan tentang dunia ketika manusia menemukan bahwa awan, uap, hujan dan es semuanya berasal dari air. Atau bawah surga dan bumi adalah dua hal yang bertentangan namun juga sama (surga di bumi). Ilmu Biologi mengalami revolusi dengan penemuan bahwa kehidupan organisme bersel satu dan manusia terdiri dari substansi yang sama. Ilmu fisika mengalami revolusi dengan bisa ditunjukkannya bahwa semua bentuk gerak material dapat saling bertukar dan secara esensial sama.
Tidak kah merupakan sebuah langkah yang menakjubkan dalam pengetahuan sosial dan politik ketika kelas pekerja menemukan pengetahuan, di satu sisi, bahwa upah kerja adalah upah kerja dan, di sisi lain, kapitalis adalah kapitalis. Pengetahuan bahwa buruh di mana saja memiliki kepentingan yang sama, menembus batas wilayah, nasional dan ras. Sehingga pengakuan terhadap kebenaran yang berasal dari hukum identitas adalah sebuah syarat untuk menjadi seorang sosialis yang revolusioner.
Satu hal, bagaimanapun kita memperhatikan dan menggunakan suatu hukum, adalah merupakan hal yang berbeda dengan mengerti dan memformulasikannya dalam sebuah cara yang ilmiah. Semua orang dapat bertindak sesuai dengan hukum namun sulit untuk mengetahui bagaimana hukum tersebut beroperasi. Sama dengan hukum logika itu sendiri. Setiap orang berpikir tapi tak seorang pun tahu hukum yang mana yang sedang berlangsung dalam pemikirannya.
Hukum kontradiksi merumuskan fakta-fakta material yang hadir secara bersamaan dengan yang lainnya, dan bisa dalam keadaan-keadaan yang berbeda-beda. Secara nyata aku tidak sama dengan anda—jelas kita berbeda. Atau aku hari ini berbeda dangan aku kemarin—jelas keberadaanku berbeda. Atau Uni Soviet berbeda dengan negeri lainnya, dan perkembangan Uni Soviet membedakan Uni Sovyet dahulu dengan Uni Sovyet sekarang—jelas perbedaan-perbedaannya.
Hukum formal kontradiksi, atau penajaman perbedaan-perbedaan adalah penting untuk memperoleh kelasifikasi yang tepat sesuai dengan hukum identitas. Tanpa keberadaan perbedaan-perbedaan tersebut, tak perlu ada kelasifikasi, tanpa identitas maka tak mungkin melakukan kelasifikasi.
Hukum tak ada jalan tengah (excluded middle) menunjukkan bahwa semua hal saling bertentangan dan saling mengisi dalam kenyataannya. Aku pasti lah aku atau orang lain; hari ini aku seharusnya sama atau berbeda dengan kemarin; Uni Soviet seharusnya sama atau berbeda dengan negeri lain; aku pasti lah manusia atau binatang; aku tidak dapat secara bersamaan merupakan dua identitas yang berbeda.
Oleh karenanya, hukum logika formal mengekspresikan masa depan yang merepresentasikan dunia nyata. Hukum-hukum tersebut berisi suatu materi dan suatu dasar objektif. Hukum-hukum tersebut secara bersamaan merupakan hukum berfikir, hukum masyarakat dan hukum alam. Ketiga akar Hukum tersebut memiliki karakter universal.
Ketiga hukum yang kita pelajari di atas bukan merupakan keseluruhan logika formal. Namun merupakan hukum-hukum dasar yang sederhana. Di atas dasar itu lah, dan di luar darinya lah, muncul sejumlah struktur ilmu logika yang kompleks, yang memiliki kerumitan rincian-rincian setiap elemennya, dan yang di dalamnya memiliki bentuk mekanisme berpikir. Tapi kita tak akan masuk ke diskusi tentang berbagai kategori, bentuk proposisi, sikap-sikap, silogisme dan yang lainnya, yang membentuk isi tubuh logika formal. Hal tersebut bisa dicari di buku tentang logika elementer lainnya.
Secara prinsipil kita lebih peduli pada pemahaman ide-ide esensial logika formal, tapi bukan pada detail perkembangannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Halaman ini memuat materi kuliah Semester 2 Fakultas Hukum (Rabu, 5 Mei 2010) Semester 6 FISIP (Jum’at, 7 Mei 2010)

Materi Semester 2 FISIP - Kamis, 2 Juli 2009